Matapapua – Waisai : Dalam upaya membangun pendekatan pembangunan berbasis konservasi di Raja Ampat, Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) merupakan sebuah perangkat yang efektif untuk menyebarkan ‘virus’ cinta lingkungan; khususnya bagi siswa dan siswi pada jenjang sekolah dasar hingga kepada sekolah menengah atas.
Beragam materi ‘serius’ disampaikan melalui metode yang interaktif lagi menyenangkan dalam PLH, mula-mula diterapkan secara sistematis oleh organisasi nonprofit seperti, antara lain, Conservation International (CI) Indonesia dan The Nature Conservancy (TNC) dalam upaya kolaboratif mengembangkan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di Raja Ampat. Sejak tahun 2012, PLH diterapkan secara lebih spesifik oleh Yayasan Kalabia Indonesia (YaKIn).
Pendekatan serupa jugalah yang berusaha untuk diwujudkan melalui setiap gelaran Festival Pesona Bahari Raja Ampat, sebagaimana dijelaskan Yusdi Lamatenggo.
“Festival Bahari Raja Ampat bertemakan alam. Ini semua (pariwisata berkelanjutan) tidak akan ada artinya tanpa ada program-program edukasi; butuh perjuangan untuk merawat, menjaga, dan memelihara alam yang indah ini, dan mesti dimulai semenjak anak-anak” ujar Kepala Dinas Pariwisata Raja Ampat, Yusdi Lamatenggo.
Pada hari Sabtu pagi tadi, sebanyak 46 siswa dan siswi SMP YPK Alfa Omega dan SMP Negeri 14 Waisai memadati tenda dihadapan panggung utama yang bertempat di Pantai Waisai Torang Cinta (WTC). Dengan antusias mereka mengikuti setiap topik mengenai KKP, ekosistem laut, dan bintang laut berduri.
PLH hari pertama dalam Festival Pesona Bahari Raja Ampat 2019 ini digarap secara kolaboratif oleh tutor-tutor dari CI Indonesia, Badan Layanan Umum Daerah Unit Pelaksana Teknis Daerah (BLUD UPTD) Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Kepulauan Raja Ampat, dan Yayasan Cahaya Anak Papua.
Festival Pesona Bahari Raja Ampat 2019 akan menyelenggarakan PLH hingga tanggal 22 Oktober 2019; bertepatan dengan acara penutupan. Selain organisasi-organisasi di atas, Dinas Pariwisata Raja Ampat juga menggandeng Fauna & Flora International (FFI) Indonesia, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat, hingga program Bank Sampah dari Dinas Lingkungan Hidup Raja Ampat.
Sofyan Darwis, guru Bahasa Indonesia dari SMP Negeri 14 Waisai, mengungkapkan pentingnya pengetahuan potensi laut dan pariwisata di Raja Ampat,
“Anak-anak mesti mengetahui laut yang ada di Raja Ampat ini. Selain muatan lokal bagi sekolah dasar, pendidikan lingkungan hidup bagi SMP juga perlu agar bisa lebih dalam lagi menjaga lingkungan hidup: contohnya membuang sampah sembarangan saja mereka masih sering” kata Sofyan Darwis.
Kebutuhan akan pendidikan lingkungan hidup di berbagai jenjang pendidikan dasar tersebut juga diamini oleh Grasilaria Nabila Omkarsba, siswi kelas IX dari SMP Negeri 14. Ia menyatakan betapa perlunya PLH dimasukan ke dalam kurikulum melalui mata pelajaran Muatan Lokal, sembari menambahkan,
“Jujur saja, saya terakhir mengikuti PLH pada tahun 2015” Grasilaria.
Vakumnya YaKIn memang berdampak signifikan terhadap intensitas pelaksanaan PLH di Raja Ampat, terutama di luar Waisai. Namun bukan berarti tidak ada organisasi lain yang siap untuk melanjutkan upaya serupa.
Valend Burdam, Koordinator KKP Kepulauan Ayau-Asia dari BLUD UPTD Pengelolaan KKP Kepulauan Raja Ampat sekaligus salah satu tutor PLH hari ini, menekankan bahwa PLH mesti tetap ada di sekolah-sekolah, mengingat manfaatnya yang cukup besar untuk membina sebuah generasi terutama dalam merubah sikap dan perilaku mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.
Putra asli Kepulauan Ayau itu menyebutkan pentingnya kolaborasi dalam menyebarkan informasi tentang lingkungan.
“BLUD UPTD Pengelolaan KKP Kepulauan Raja Ampat, (khususnya melalui) bidang penyuluhan, saya pikir dapat dikaitkan dengan PLH” Sebagai informasi, unit pengelola KKP Kepulauan Raja Ampat tersebut memang memiliki personil penyuluh di setiap kawasan yang dikelolanya.
Sementara itu Bertha Matatar, Raja Ampat Senior Officer Outreach dari CI Indonesia, mendukung upaya untuk menindak lanjuti PLH ini.
“Semakin banyak mitra dan Lembaga yang menyelenggarakan program edukasi seperti ini akan semakin bagus: tidak hanya satu lembaga saja” kata Bertha Matatar.
“Akan jauh lebih bagus jika Pendidikan Lingkungan Hidup juga turut masuk dalam kurikulum di sekolah karena lembaga seperti LSM kan tidak akan selamanya berada di sini” tambah Bertha
Discussion about this post