“Damai itu indah, jangan benturkan masyarakat adat dengan membaca putusan Mahkamah Konstitusi setengah-setengah kemudian ditafsirkan sesuka hati”
MataPapua,Sorong – Advokat kawakan Jatir Yuda Marau meminta untuk menghentikan upaya pengiringan opini publik yang bertujuan melemahkan lembaga representatif kultur di Tanah Papua yaitu Majelis Rakyat Papua (MRP) sehingga dapat menimbulkan konflik merugikan semua pihak.
Terbitnya Surat Keputusan Majelis Rakyat Papua Barat Daya Nomor 10/MRP.PBD/2024 tertanggal 6 September 2024, dinilai telah tepat berdasarkan hasil pertimbangan matang.
Yuda mengungkapkan Keputusan MRP Provinsi Papua Barat Daya untuk tidak menyetujui pasangan bakal calon Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiw sebagai Orang Asli Papua, menunjukan MRPBD telah menjalankan tugas luhur untuk menjaga hak-hak dasar Orang Asli Papua.
“Saya tegaskan sesungguhnya Surat KPU Nomor : 1718/PL.02.2-SD/05/2024 Tanggal 26 Agustus 2024 tersebut tidak dapat menganulir keputusan MRPBD yang telah menggugurkan Paslon Bakal Calon Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiw,” pungkasnya.
Melalui siaran pers yang diterima redaksi MataPapua.com, Yuda mengatakan KPU Provinsi Papua Barat Daya harus menyatakan Pasangan Bakal Calon Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiw tidak memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai calon gubernur dan wakil gubernur untuk mengikuti kontestasi Pilkada pada 27 November 2024, karena bukan Orang Asli Papua.
Yuda menuturkan berkaca pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29/PUU-IX/2011 atas pemohon David Barangkea sebagai Kepala Suku Yawa Onat dan Komarudin Watubun Tanawani Mora sebagai pihak yang telah diakui menjadi anggota masyarakat hukum adat dengan marga Tanawani Mora.
Dalam pertimbangan putusan MK nomor 29/2011 termuat dalam pertimbangan menurut Mahkamah, “Pasal 20 ayat (1) huruf a UU 21/2001 harus dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa pertimbangan dan persetujuan Majelis Rakyat Papua mengenai status seseorang sebagai orang asli Papua sebagaimana dimaksud Pasal 1 huruf t UU 21/2001 yang bakal menjadi calon gubernur dan/atau calon wakil gubernur, adalah pertimbangan yang harus didasarkan atas pengakuan suku asli di Papua asal bakal calon gubernur dan/atau wakil gubernur yang bersangkutan”.
Kemudian subtansi dari putusan ini sebagaimana dalil Pemohon karena MRP tidak mengakomodir Komarudin Watubun yang telah diangkat menjadi anggota Masyarakat Adat dengan marga Tanawani Mora yang diberikan oleh David Barangkea sebagai kepala suku Yawa Onat.
“Seharusnya membaca putusan Mahkamah Konstitusi harus mulai dari pertimbangan hingga putusannya, bukan dibaca separuh – separuh kemudian ditafsirkan sesuka hati. Apalagi yang menafsirkan sebagai praktisi hukum yang condong dan berpihak,” jelas Yuda.
Menurutnya para praktisi hukum jangan bodohi masyarakat dengan memberikan pandangan hukum tanpa dasar yang jelas. Adanya putusan Mahkamah Konstitusi karena ada sebab akibat hingga keluarnya suatu putusan hukum.
MRP dalam kasus Kamaruddin Watubun kala itu tidak memberikan persetujuan sebagai OAP kepada Kamarudin Watubun yang telah di angkat oleh David Barangkea sebagai Kepala Suku sebagai anak adat, sehingga Mahkamah Konstitusi menganggap Keputusan MRP tersebut bertentangan dengan Hak Konstitusi dari MRP.
“Oleh karena itu, kami menilai MRP Papua Barat Daya tidak melanggar Hak Konstitusi Pasangan Calon Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiw atas putusan yang telah diterbitkan oleh MRPBD. Oleh Sebab itu tim hukum Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiw seharusnya mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi, bukan ribut untuk menghina keabsahan Lembaga Majelis Rakyat Papua dengan tuduhan serampangan,” kata Yuda.
Yuda menambahkan dinamika publik semenjak Pasangan Calon Abdul Faris Umlati dan Petrus menyatakan diri maju sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur PBD serta mendapatkan dukungan dari beberapa suku-suku Asli Papua di Propinsi Papua Barat Daya telah terjadi banyak persoalan, karena diantara Suku Suku tersebut ada yang memberikan dan mengakui keaslian AFU sebagai OAP dan/atau di angkat sebagai Anak Adat.Namun Banyak juga diantara suku-suku yang sama meragukan AFU sebagai OAP atau menolak AFU diangkat sebagai Anak Adat, oleh karena itu terjadi banyak persoalan diantara Suku-suku tersebut.
“Adanya perbedaan antara Suku dan marga semua telah dimasukkan kepada MRP PBD, lantas MRP sebagai lembaga representasi Kultural Orang Asli Papua yang memiliki Wewenang tertentu dalam rangka Perlindungan Hak-Hak Orang Asli Papua menjalankan Tugas Luhurnya untuk melakukan Investigasi, Verifikasi, mempertimbangkan, atas Bakal Calon di maksud dan hasilnya sebagaimana telah di putuskan oleh MRP dan menyerahkan pada KPUD PBD,” bebernya.
“Saya kembali mau menegaskan Keputusan Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat Daya Nomor 10/MRP.PBD/2024 tentang Pemberian Pertimbangan dan Persetujuan Terhadap Bakal Calon Gubernur dan Bakal Calon Wakil Gubernur Provinsi Papua Barat Daya yang memenuhi Syarat Orang Asli Papua pada Pemilihan Kepala Daerah tahun 2024 Tanggal 6 September 2024 adalah merupakan tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi Pasangan Calon tersebut. karena itu jika ada pihak-pihak yang hendak mempersoalkan Keputusan MRPBD tersebut adalah merupakan bentuk sengketa Tata Usaha Negara,” tambah Yuda.
Dalam Pasal 140 ayat (1), (2) dan (3) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 8 Tahun 2024 Tentang Pencalonan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Serta Walikota Dan Wakil Walikota, telah jelas diatur ketentuan Rekomendasi MRP sebagai berikut bahwa calon Gubernur dan Wakil Gubernur Di Provinsi Papua Barat Daya memperoleh Pertimbangan Dan Persetujuan Dari Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat Daya.
KPU Provinsi Papua Barat Daya menyampaikan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur kepada Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat Daya untuk mendapatkan pertimbangan dan persetujuan.
Kemudian untuk mendapatkan pertimbangan dan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
MRP telah memberikan rekomendasi Bakal Calon berdasarkan Keputusan Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat Daya Nomor 10/MRP.PBD/2024 tentang Pemberian Pertimbangan dan Persetujuan terhadap Bakal Calon Gubernur dan Bakal Calon Wakil Gubernur Provinsi Papua Barat Daya yang memenuhi Syarat Orang Asli Papua pada Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2024 Tanggal 6 September 2024, telah di lakukan sesuai dengan ketentuan Perundangundangan.
“Jika ada klaim dari berbagai Pihak yang menyatakan Bahwa MRP memberikan Rekomendasi bakal calon berdasarkan Keputusan Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat Daya Nomor : 10/MRP.PBD/2024 Tanggal 6 September 2024 tersebut diatas TIDAK SESUAI KETENTUAN PERUNDANGUNDANGAN Kemudian meminta pada KPU mengkesampingkan rekomendasi MRP tersebut dan/atau KPU karena adanya desakan kemudian melakukan pertimbangan tersendiri atas pasangan calon yang telah dinyakatan oleh MRP tidak disetujui sebagai OAP lalu kemudian KPU menetapkan Bakal Calon tersebut sebagai peserta Pemilukada, maka menurut kami KPU telah melampaui kewenangan dan sewenang-wenang sehingga dapat menimbulkan gejolak sosial serta akan terjadi gugat menggugat dengan peserta pemilu lainnya yang merasa di rugikan dengan adanya Keputusan KPU tersebut,” ucapnya.
Kata Yuda Undang – Undang Otsus telah sangat jelas, bahwa kewenangan untuk memberikan pertimbangan dan persetujuan bagi Calon Gubernur dan Wakil Gubernur di Provinsi Papua Barat Daya hanya Majelis Rakyat Papua Barat Daya berdasarkan UU RI No 2 Tahun 2021 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus BagProvinsi Papua, UU Pilkada dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 8 Tahun 2024 Tentang Pencalonan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Serta Walikota Dan Wakil Walikota;
“Jangan mengadu sesama masyarakat adat. Kami berharap semua Pihak dapat menghargai Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat Daya apapun Keputusan mengikat dan berakibat hukum dan jika berkeberatan dengan Keputusan MRPBD dapat menyalurkan Upaya Hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Demikian Hal ini di sampaikan agar menjadi maklum “Damai Itu Indah”,” tutup Yuda.