Jakarta, Matapapua.com – Politisi PDIP calon presiden nomor urut tiga Ganjar Pranowo telah meluncurkan program “satu keluarga miskin satu sarjana”. Program tersebut untuk memutus rantai kemiskinan melalui pendidikan, serta menciptakan sumber daya manusia (SDM) unggul. Program ini memberi harapan kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat pada masa mendatang.
Ganjar bercerita bahwa dirinya bukan berasal dari keluarga kaya. Sepanjang hidup, Ganjar menyaksikan orangtuanya bersusah payah mencari uang demi membiayai pendidikan anak-anak mereka. Demi menambah penghasilan, orangtua Ganjar sempat berjualan BBM eceran.
“Berangkat dari pengalaman saya pribadi, ketika ingin kuliah dan orangtua tidak ada biaya, dan bagaimana orangtua saya berusaha mencari biaya pendidikan untuk anak-anaknya demi masa depan yang lebih baik,” kata Ganjar dalam rilis yaang di terima dari tim kerjanya Kamis (8/2).
Ganjar bahkan mengatakan, orangtuanya pernah terlilit utang pada rentenir karena meminjam uang untuk membiayai kuliah anak-anaknya.
“Orangtua saya juga pernah jual bensin eceran untuk biayain kuliah anak-anaknya dan untuk bertahan hidup, dan kami ikut membantu,” ungkap Ganjar.
Ganjar muda pernah cuti kuliah selama 2 semester karena tak ada biaya. Dirinya pun lalu bekerja mengumpulkan uang untuk bisa melanjutkan kuliah. Latar belakang inilah yang mendorong Ganjar dan Mahfud sepakat meluncurkan program “1 Keluarga Miskin 1 Sarjana”. Ganjar-Mahfud yakin program ini menjadi salah satu cara agar keluarga miskin dapat mengubah nasib, bahkan lepas dari jerat kemiskinan.
Program ‘1 Keluarga Miskin 1 Sarjana’ merupakan perluasan akses dan kebijakan afirmatif untuk anak miskin, disabilitas atau berkebutuhan khusus, serta warga di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T), dan perbatasan. Di mana mereka masih kesulitan untuk mengakses pendidikan yang baik dan merata, apalagi untuk meraih impian menjadi sarjana.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio membeberkan bahwa program ‘1 keluarga 1 sarjana’ Paslon nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD tersebut bisa menjadi solusi atas impian banyak orang Indonesia dalam bidang pendidikan. Terlebih dengan mahalnya biaya pendidikan di perguruan tinggi, yang tentu sulit terjangkau bagi keluarga miskin.
“Sekolah kan menjadi persoalan bangsa ini sudah lama. Artinya sekolah itu mahal. Jadi pemerintah harus melakukan sesuatu. Bebas belajar 9 tahun, jadi setelah itu perguruan tingginya mahal,” kata Agus.
Agus juga membeberkan bahwa menjadi sarjana saat ini menjadi idaman dari banyak orang Indonesia apalagi jika bisa berkuliah minimal jadi S1. Sehingga Agus mengatakan bahwa program yang diusung palson no urut 3 tersebut memang sudah menjadi keinginan banyak pihak.
Sementara itu, Peneliti Bidang Ketenagakerjaan BRIN, Triyono, mengatakan pendidikan adalah jalan terang untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan sejahtera.
“Kalau bicara pendidikan, untuk memutus rantai kelas sosial. Kalau berkiblat ke negara maju, pendidikan berpengaruh meningkatkan taraf hidup, pendidikan adalah jalan terang untuk membuka pengetahuan, berkreasi sehingga nantinya bisa berwiraswasta,” kata Triyono.
“Bicara pendidikan bukan hanya pendidikan semata, namun bagaimana menciptakan kewirausahaan yang akibatnya meningkatkan kreasi, menghadirkan pengusaha-pengusaha, dan mereka menciptakan lapangan pekerjaan,” jelas Triyono.
Selain membuka peluang wiraswasta, tenaga kerja yang memegang gelar sarjana, memiliki keterampilan, juga punya daya tawar ketika masuk ke dunia kerja.
“Kita berbicara di hubungan industrial, ada bargaining posisi ketika kita memiliki keterampilan dan pendidikan bahasa, dan meningkatkan daya tawar,” imbuh Triyono.
Maka dari itu, agar kian kompetitif, kesempatan mengenyam pendidikan tinggi perlu didorong dan difasilitasi oleh pemerintah.
“Kemudian di-mix lah, pendidikan yang bagus, keterampilan, kemampuan bahasa dan IT,” sebut Triyono.
Discussion about this post