MataPapua,Sorong – Bertujuan untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan serta solusi produk UU Minerba yang diterbitkan pemerintah pusat, Senator DPD RI Papua Barat Daya Agustinus Kambuaya melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) di Hotel Mariat Kota Sorong, Rabu (6/11/2024).
FGD yang diikuti oleh 100 orang peserta tersebut mengangkat tema dinamika implementasi UU tentang pertambangan hilirisasi minerba, berasal dari pihak pemda, pers, pihak swasta dan masyarakat.
Menurut Agustinus Kambuaya, kewenangan dalam mengurus mineral dam batu bara saat ini sudah ditarik ke pemerintah pusat dengan berbagai pertimbangan.
“Kelemahannya, kebanyakan dari pengusaha di daerah hanya melakukan kegiatan investasi sementara kewajiban untuk reklamasi dan reboisasi tak kunjung dilakukan,” ujarnya.
Dia bahkan menekankan bahwa di dalam UU Minerba jelas diatur bahwa boleh menggali asalkan tahu hak dan kewajiban.
“Swasta ingin mendapat keuntungan, pemda memfasilitasi sedangkan masyarakat adat dan pemilik hak ulayat juga terlibat di dalamnya. Sebab di dalam UU dikatakan demikian,” kata mantan anggota DPR Papua Barat itu.
Lebih lanjut Agustinus menyebut bahwa FGD ini juga untuk mencari relasi dari ketiga titik keseimbangan ini sehingga masing-masing pihak tidak dirugikan.
Pemda mendapat keuntungan dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), perusahaan dari kegiatan usaha dan masyarakat dari bagi hasil atau CSR.
“FGD ini sekaligus melihat apakah masyarakat paham tentang permasalahan yang terjadi sebab regulasi dan instrumennya telah disiapkan oleh pemerintah,” pungkasnya.
Agustinus meminta agar pengelolaan potensi sumber daya alam ini harus terus dimunculkan mengingat hal itu belum dimunculkan dalam debat kandidat Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat Daya ketimbang mengadopsi program nasional seperti KIP, KIS dan sebagainya.
Diakui oleh Agustinus bahwa skenario dari FGD ini diharapkan masing-masing pemangku kepentingan dapat memainkan peranannya.
“Nanti yang saya bawa ke pusat bahwa pemda tidak memiliki kewenangan untuk melakukan intervensi terhadap investor walaupun dalam UU dikatakan demikian. Begitu juga dengan masyarakat,” ujarnya.
Agustinus juga mengaku bahwa pihaknya saat ini tengah mempelajari data yang di dapat dari teman-teman pendamping terkait masalah lingkungan.
“Apakah sudah sesuai dengan prosedur yang diamanatkan di dalam UU ataukah tidak sama sekali,” tutupnya.
Sementara Ketua LBH PBHKP Loury da Costa mengatakan, kegiatan yang diinisiasi oleh anggota DPD RI Agustinus Kambuaya merupakan terobosan penting bagi masyarakat adat dalam kepungan investasi.
Banyak perusahaan yang bergerak di bidang minerba harus melihat bagaimana proses perizinan dan ganti untung.
” Yang lebih penting lagi menurut Loury yaitu Badiatapa. Artinya, adanya persetujuan dari masyarakat adat terhadap aktivitas yang dilakukan oleh pemda maupun investor,” ujarnya.
Loury menyebut, kalaupun ada prosesnya harus ganti untung. Lalu bagaimana regulasi yang telah dibuat oleh pemda dalam rangka perlindungan terhadap masyarakat hukum adat, sejauh ini boleh dikata sudah cukup bagus.
Terakhir, proses percepatan pembuatan SK perlindungan masyarakat hukum adat dalam pembentukan marga-marga.
“Jadi, perda yang sudah ada antara lain Kabupaten Sorong, Tambrauw, Sorsel dan Maybrat. Sementara, yang belum memiliki perda Kabupaten Raja Ampat dan Kota Sorong,” kata Loury.