Matapapua – Jakarta : Bahan ajar yang bias gender masih terdapat pada sekitar 3.000 Perguruan Tinggi di Indonesia. Sepertiga atau sekitar 900 diantaranya adalah Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI).
Untuk menciptakan mimbar akademik yang setara gender, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bekerjasama dengan Kementerian Agama dan sejumlah Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) melakukan “Peluncuran dan Bedah Buku Mata Kuliah yang Responsif Gender di PTKI”.
“Nilai-nilai kurang responsif gender masih dapat ditemui dalam proses belajar mengajar di kampus. Konstruksi gender yang bias juga masih dijumpai dalam referensi yang digunakan dalam pembelajaran, metode yang diterapkan, ataupun elaborasi pemahaman yang disampaikan dalam proses pembelajaran. Hal ini berdampak pada cara pandang, sikap, dan pengambilan keputusan mahasiswa,” tutur Menteri PPPA, Bintang Puspayoga di hadapan sejumlah perwakilan PTKI dan unsur pemerintah, Rabu (5/2).
Senada dengan Menteri Bintang, Kepala Subdirektorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, Suwendi mengatakan persoalan gender juga dipengaruhi karena masih banyaknya teks – teks materi pelajaran bias gender pada pengalaman pendidikan kita sebelumnya.
Untuk mengatasi ketimpangan tersebut, perlu dilakukan upaya peningkatan kualitas pendidikan yang berkeadilan dan berkesetaraan gender. Salah satunya, melalui penyusunan bahan ajar yang responsif gender.
“Penyusunan bahan ajar yang responsif gender diharapkan mampu membentuk pola pikir yang mampu membentuk tingkah laku keseharian yang non-diskriminatif, adil, setara, serta memperhatikan aspek kebutuhan laki-laki dan perempuan,” lanjut Menteri Bintang.
Buku mata kuliah responsif gender yang diluncurkan sarat dengan pengetahuan, keterampilan disertai contoh baik (best practice) yang responsif gender. Judul Buku Mata Kuliah Responsif Gender yang diluncurkan di antaranya Ilmu Dakwah, Fiqh dan Ushul Fiqh, Bahasa Indonesia, Relasi Gender dalam Agama-Agama, Gender dan Pembangunan, Fiqh An-Nisa, Hukum Perkawinan Islam Indonesia, Pancasila, Hukum Pidana Islam, Studi Alquran, dan Sejarah Peradaban Islam. Buku mata kuliah ini juga telah diterpakan di tiga PTKI, diantaranya UIN Jakarta, UIN Surabaya, dan UIN Mataram.
Ahli bidang Hukum Keluarga Islam Perspektif Gender sekaligus Dosen UIN Jakarta, Musdah Mulia mengatakan bahwa mewujudkan keadilan gender adalah persoalan kolektif. Oleh karenanya, kita dapat melakukan upaya rekonstruksi budaya, dalam hal ini melalui pendidikan.
“Tugas dosen bukanlah mengindoktrinasi, namun mengajarkan keilmuan, yakni proses dialektika dan analisis sosial. Tugas dosen adalah mencerdaskan kehidupan intelektual, emosional, dan spiritual peseta didik. Jadi kita bukan pendakwah. Peluncuran buku ini adalah kerja intelektual dan langkah awal untuk membangun perpektif gender dan merupakan langkah yang progresif,” terang Musdah.
Selain meresmikan Peluncuran Buku Mata Kuliah yang Responsif Gender, Menteri Bintang juga menyaksikan Bedah Buku yang diluncurkan. “Kami mengapresiasi Kementerian Agama dan PTIK dalam proses penyusunan bahan ajar dan kebijakan pengintegrasian gender ke dalam kurikulum PTKI. Saya berharap hal ini menjadi awal gerakan dalam mewujudkan komitmen bersama mengarusutamakan gender pada ranah pendidikan tinggi di Indonesia,” tutup Menteri Bintang.
Discussion about this post