Matapapua – AIMAS : Menanggapi berita yang beredar di media wartapapua.id baru-baru ini terkait pernyataan yang disampaikan oleh Ketua Dewan Adat Papua Wilayah III Doberay, Papua Barat, Mananwir Paul Fincen Mayor, saat menerima laporan dari beberapa anggota jemaat yang mengatakan bahwa Warga Jemaat Gereja Kristen Injili (GKI) Di Tanah Papua Klasis Aifat merasa kehidupan rohani mereka bagai anak ayam kehilangan induk paska kejadian penyerangan Posramil di Kampung Kisor beberapa waktu lalu.
Terkait dengan pernyataan tersebut, Anggota Badan Pekerja (BP) Am Sinode Wilayah VII GKI Di Tanah Papua, Penatua Nimrod Sesa mengklarifikasi pernyataan tersebut, bahwa memang benar sejak kejadian penyerangan di Pos ramil di Kampung Kisor pada 2 September 2021 lalu mayoritas Warga Jemaat GKI yang berdomisili di daerah tersebut terkena dampak dari peristiwa itu sehingga menyebabkan jemaat GKI terpaksa harus mengungsi.
Namun setelah peristiwa tersebut, GKI di Tanah Papua baik Klasis GKI Aifat, Jemaat GKI Aifat dan Sinode tidak tinggal diam. Bahkan Persekutuan Gereja Indonesia serta Persekutuan Gereja Dunia di undang untuk membahas dan melayani warga jemaat GKI Aifat yang terkena dampak penyerangan tersebut.
” Langkah-langkah yang sudah diambil GKI di Tanah Papua ini sudah sangat luar biasa, semua hal sudah kami lakukan, bahkan hari ini kami kumpul jemaat-jemaat untuk ibadah bersama jadi jemaat tidak kehilangan induknya. Kami sangat menyesal atas pernyataan yang disampaikan oleh bapak Paul Fincen Mayor. Kalaupun ada masyarakat yang datang menyampaikan kekecewaan mereka, tolong sampaikan ke kami sebagai pimpinan wilayah/pimpinan klasis apakah benar ada masyarakat yang mati lalu dibuang di jurang. Pernyataan tersebut sampai saat ini kami belum pernah mendapat laporan mengenai hal itu,” Jelas Seprianus di Ruang Kerjanya pada Rabu, (14/12/2022)
Baginya, pernyataan ini merupakan pernyataan sepihak. Oleh sebab itu Ia merasa perlu menyampaikan klarifikasi agar masyarakat tidak menilai GKI di Tanah Papua menutup mata terkait dengan persoalan ini. GKI tidak pernah tinggalkan Warga Jemaat di Aifat Raya seperti anak ayam kehilangan induk. Mengingat sudah menjelang Natal sebaiknya datang memberikan sumbangan untuk warga setempat, jangan hanya bicara saja.
Sementara itu, Wakil Ketua Klasis GKI Aifat , Papua Barat, Agustinus Saa menambahkan hal senada. Menurutnya GKI tidak tinggal diam dalam menangani persoalan yang terjadi sejak 2 September 2021 lalu. Sejak saat itu pertanggal 2, 3 sampai 4 September Warga Jemaast GKI Aifat mengungsi meninggalkan tempat tinggalnya ke kampung Susumuk, Kumurkek, Aiwasi, Bori, Kokas dan bahkan ada yang mengungsi ke Aitinyo, Tambrauw dan wilayah Kabupaten Sorong, Kota Sorong serta wilayah lainnya.
Langkah-langkah pertama yang klasis lakukuakan sejak 5 September 2021 lalu, Klasis GKI Aifat membuka posko di
Kumurkek untuk menghimpun sembako dari warga GKI maupun warga masyarkat yang peduli terkait peristiwa itu. Kemudian sembako tersebut dibagikan kepada pengungsi di Aifat Raya, Aitinyo, Ayamaru dan Sorong Kota dan Kabupaten.
Langkah-langkah tersebut tidak hanya sebatas menyediakan sembako dari hasil sumbangan saja tetapi pihaknya juga berupaya melakukan pendekatan dengan Bupati dan Walikota Sorong serta pihak yang lainnya untuk memberikan bantuan pelayanan kepada para pengungsi.
” Kami dari klasis juga membuat laporan tertulis untuk disampaikan kepada BPAM Sinode Wilayah 7 pada akhir bulan September dan diterima oleh Ketua BPAM Sinode serta beliaupun menyarankan untuk laporan tersebut di sampaikan ke BPAM Sinode Jayapura juga. Akhirnya saya dan ketua klasis pergi ke Jayapura untuk menyampaikan hal ini ke Ketua Sinode Jayapura dan bagian KPKC yang menanagani HAM. Kemudian Wakil Sinode Jayapura diutus ke Sorong untuk bertemu dengan Pemerintah Maibrat dan pimpinan wilayah di Hotel Vega guna membahas persoalan guna melakukan pelayanan terhadap masyarat GKI Aifat itu,” Ungkapnya
Ketua Klasis Aifat, Pdt. Selpinus Assem yang dihubungi Anggota BP Am Sinode Wilayah VII GKI Di Tanah Papua, Penatua Nimrod Sesa via telepon seluler Sorong-Maybrat guna turut mengklarifikasi pernyataan Saudara Paul Fincen Mayor bahwa saat peristiwa tanggal 2 September 2021, kami selaku pimpinan gereja Klasis Aifat langsung mengambil langkah-langkah untuk melakukan pelayanan penyelamatan pengungsi di daerah tersebut.
Yang pertama pihaknya lakukan adalah mengeluarkan warga jemaat di Aifat Timur melalui hutan. Penyelamatan berlangsung selama 3 hari kemudian pihaknya mengumpulkan warga jemaat yang tersebar di beberapa tempat kemudian memberikan pelayanan makan, minum dan tempat tinggal serta dilayani dalam ibadah-ibadah.
” pelayanan yang kami lakukan terhadap semua pengungsi baik itu katolik maupun GKI tetapi. Kami dari GKI mempunyai data dari masing-masing kampung baik dari klasis Aifat, Klasis Aitinyo maupun Klasis Ayamaru termasuk di wilayah kota dan kabupaten Sorong. Meteka yang mengungsi juga diberikan pelayanan oleh teman-teman di daerah dimana mereka berada.
Ia menambahkan, bantuan dari sinodepun sudah dibagikan. Lanjutnya, siapapun yang ingin memberikan bantahan melalui pemberitaan di media itu haknya namun yanfg memberikan bantahan di media yang bersangkutan tidak bertanggungjawab.
” Sebagai pimpinan Dewan Adat Papua apa yang dia kerja untuk rakyatnya. Dia juga harus mengklarifikasi bahwa berita itu harus dikonfirmasikan ke kita di lembaga baik di Klasis, BP Am wilayah juga dipimpinan Sinode supaya kami juga dapat memberikan data yang baik. Mungkin saudara-saudara warga jemaat kami yang menyampaikan kabar ini untuk menyampaikan ini media mereka harus menyampaikan data-data,” Tegasnya
Ia menambahkan, pada 11 Desember 2022 dalam Rapat Kerja Sinode GKI Di Tanah Papua, pihaknya sudah melakukan kerjasama dengan pihak pemerintah baik dari Pangdam, TNI/Polri sudah mengantar warga jemaat GKI Aifat dan jemaat sudah kembali pulang ke Kisor. Bahkan pihaknya memfasikitasi pendeta untuk melakukan pelayanan seperti biasa.
Discussion about this post