Matapapua – Papua Barat : Kasus kejahatan atau kekerasan seksual pada akhir-akhir ini begitu ramai diperbincangkan, sehingga menghentak hati semua orang. Pelakunya adalah orang dewasa dan korbannya tergolong masih anak-anak, yang berusia di bawah 18 tahun.
Anggota Asosiasi Psikologi Forensik (Apsifor), Rinjani, M.Psi., Psikolog mengatakan dalam hubungan seksual orang dewasa ke anak dapat dikatakan tindak kekerasan berupa perkosaan, tipu daya atau pelecehan seksual, yang kesemuanya dikategorikan pada kejahatan atau kekerasan seksual.
” Kekerasan seksual pada anak yang tidak dilaporkan sesungguhnya lebih banyak lagi, mengingat fenomena kekerasan seksual merupakan fenomena gunung es. Kekerasan seksual terhadap anak dapat terjadi dimana saja, bisa di dalam rumah, di luar rumah, bisa di jalan, dan bisa di sekolah. Bahwa kekerasan seksual hari ini, mengintai anak di manapun anak berada, anak dalam keadaan bahaya ” ungkap Rinjani, Minggu (14/11/2021).
Berdasarkan fenomena tersebut, maka ada berbagai macam penyebab kekerasan seksual, faktor kemiskinan, pengamalan agama dan moral etika yang rendah, penyalahgunaan miras dan narkoba, gangguan kepribadian sampai pada gangguan jiwa.
Bahkan perilaku incest , banyak dijumpai dikalangan masyarakat atas, menengah maupun bawah. Diberitakan dalam berbagai media sosial ayah memperkosa anak kandungnya yang masih dibawah umur selama berbulan bahkan setahun, hingga terjadi kehamilan. Ayah memperkosa anak tirinya, paman memperkosa keponakannya, kakak kandung memperkosa adiknya, guru memperkosa muridnya. Akibat miras lima orang remaja memperkosa anak di bawah umur. Berdasarkan Ketua Komnas Perlindungan Anak, ada 2.726 kasus kekerasan terhadap anak sejak Maret 2020 hingga Juli 2021, dan lebih dari setengahnya merupakan kasus kejahatan atau kekerasan seksual, (Republika, 2021).
Definisi kekerasan dalam KBBI adalah paksaan. Paksaan artinya tanpa persetujuan korban. Menurut (Thamrin & Farid, 2010 : 518), yang dimaksud kekerasan seksual adalah semua bentuk ancaman dan pemaksaan seksual. Dengan kata lain, kekerasan seksual adalah kontak seksual yang tidak dikehendaki oleh satu pihak. Inti dari kekerasan seksual terletak pada “ancaman” (verbal) dan “pemaksaan” (tindakan). Menurut hukum pasal 287, kontak seksual dalam bentuk persetubuhan dengan orang di bawah usia 16 tahun masuk dalam ruang lingkup tindak pidana. Bahwa ukuran kedewasaan seseorang tidak diukur dari ketentuan KUHP pada pasal 287, tetapi juga harus diukur secara biologis dan psikologis. Dengan menggunakan kedua ukuran ini, dan dikombinasikan dengan ketentuan KUHP diharapkan anak mendapatkan perlindungan dari bentuk-bentuk kekerasan seksual.
Sangat penting untuk diketahui, bentuk-bentuk kekerasan seksual terhadap anak memiliki cakupan yang sangat luas, antara lain : perkosaan, sodomi, seks oral, sexual gesture (serangan seksual secara visual termasuk ekshibisionisme), sexual remark (serangan seksual secara verbal), pelecehan seksual, (Thamrin, & Farid, 2010 : 518), termasuk pelacuran anak dan sunat pada anak perempuan. Dengan demikian penegak hukum, sebagai reprentasi dari negara harus jeli benar memahami bentuk-bentuk kekerasan seksual terhadap anak yang secara de facto ada di kehidupan masyarakat. Kejelian aparat penegak hukum dalam memahami bentuk-bentuk kekerasan seksual terhadap anak sangat dibutuhkan demi kepentingan untuk memberikan perlindungan anak dari kekerasan seksual secara menyeluruh dan maksimal. Kekerasan Seksual terhadap anak adalah kejahatan, termasuk perbuatan keji dan bentuk kezaliman seseorang terhadap orang terlebih lagi terhadap anak di bawah umur.
Discussion about this post