SORONG – Diduga merugika negara sebanyak Rp 2,3 Milliar, Polresta Sorong Kota menetapkan Kepala Dinas Pendidikan Kota Sorong berinisial YA dan konsultan berinisial F sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana Protokol Kesehatan Covid-19 tahun 2021.
Penetapan tersangka tersebut berdasarkan gelar perkara pada perkara yang dilakukan pada tanggal 14 Juni tahun 2024 di Polda Papua Barat. Hal ini disampaikan Kapolesta Sorong Kota, Kombes Pol Happy Perdana saat press conference di Mapolres Sorong Kota, pada Jumat (28/6/2024).
“Kronologinya pada tahun anggaran 2021, Dinas Pendidikan Kota Sorong mendapatakan kucuran anggaran untuk pengadaan Alat Protokol Kesehatan (Alkes) Covid-19 yang bersumber dari dana insentif daerah senilai Rp 4,7 milliar,” Ungkap Kapolresta Happy Perdana kepada awak media.
Happy mengatakan, anggaran tersebut dibagi menjadi 6 kegiatan untuk mendistribusikan Alkes Covid-19 ke semua sekolah di Kota Sorong yakni TK, SD dan SMP, namun anggaran tersebut tidak digunakan tersangka YA dengan baik melainkan digunakan sendiri sehingga merugikan negara sebanyak Rp 2,3 milliar.
” Dinas Pendidikan atau Tidak pejabat pembuka komitmen (PPK) tidak menyusun harga perkiraan sendiri (HPS) tetapi hanya membuat rencana anggaran biaya (RAB) yang telah di markup atau penggelembungan harga yang tidak sesuai dengan volume yang ada dalam kontrak sehingga mengindikasikan terjadinya penyimpangan yang mengakibatkan kerugian negara,” Beber Happy
Kemudian terkait barang bukti, kata Hapoy, pihaknya telah menyita 7 dokumen yang terdiri dari dokumen pencairan, dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) perubahan tahun 2021, RAB, faktur pembelian dan rekening koran CV Sarana Abadi Papua.
Happy mengtakan, dari hasil audit Badan pemeriksa Keuangan (BPK) RI bahwa dari nominal Rp 4,7 milliar, kerugian negara dari hasil korupsi ditaksir senilai Rp 2, milliar,” terangnya.
Terlait dengan hal itu, pihaknya telah memeriksa 25 sanksi dan pemeriksaan ahli diantaranya auditor BPK RI, Pengelola Keuangan Daerah Kemendagri, Pengadaan Barang dan Jasa atau LKPP.
Happy menerangkan bahwa tersangka YA melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Dianataranya adalah yang bersangkutan mencoba mencari bendera atau peminjam perusahaan kemudian yang bersangkutan juga bekerja sendiri.
“Perbuatan ini harusnya tidak diperkenankan pejabat pengguna anggaran. Seharusnya pekerjaanya dikerjakan oleh pihak ketiga, setelah melakukan lelang. Kemudian yang bersangkutan juga tidak menetapkan HPS dan KAK namun hanya menyusun RAPvdan direkayasa,” Beber Happy.
Untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, tersangka YA disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 atau pasal 12 Hiruf (i) junto 18 Undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 Sebagaimana telah diubah dan ditambahkan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 junto Pasal 55 KUHP yang berbunyi, perbuatan yang memlerkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan negara diancam hukuman minimal 4 tahun paling lama 20 tahun denda 200 juta dan paling banyak 1 miliar.
Discussion about this post