MataPapua,Sorong – Persatuan Wartawan Indonesia Papua Barat Daya tentunya mengecam tindakan arogansi oknum Anggota TNI Angkatan Laut kepada 4 orang rekan wartawan di Sorong pada tanggal 9 Juli 2024.
Langkah berbagai organisasi pers, Komnas Perempuan dan Komnas HAM yang turut mendukung 4 orang rekan wartawan yang menjadi korban tindakan intimidasi, pengusiran dan ancaman oleh oknum Anggota TNI AL, diapresiasi oleh PWI PBD.
PWI Papua Barat Daya tegaskan bahwa 4 Orang Wartawan tersebut adalah bagian dari Wartawan Republik Indonesia yang bekerja berdasarkan UU nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan mematuhi Kode Etik Jurnalistik.
“Kami sangat mengecam upaya atau cara – cara apapun menghalangi kerja wartawan,” ujar Wakil Bidang Organisasi PWI Papua Barat Daya, Sayied Syech Boften.
Namun langkah solidaritas dan bentuk advokasi, seharusnya juga dilakukan dengan tindak menginjak – injak sendiri UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik.
“Kami sangat menyayangkan pernyataan sepihak, Ketua FJPI Papua Barat Daya Fauzia yang ditujukan kepada sejumlah rekan wartawan dari berbagai media di Sorong ketika menghadir Undangan pihak Lantamal XIV / Sorong untuk bersilaturahmi,” katanya.
Menurutnya Ketua FJPI PBD dalam siaran pers mengunakan kata – kata tidak tepat kepada rekan – rekan wartawan dari berbagai media massa yang hadir penuhi undangan itu.
Kalimat “intinya teman Pers yang datang itu mereka tidak mengetahui masalah dan tidak membuat berita awal”, adalah kalimat yang tidak seharusnya dari seorang ketua organisasi,” beber Boften.
Kata – kata yang ditertuang dalam rilis itu, seolah-olah rekan jurnalis yang datang untuk menghadiri undangan silaturahmi Danantamal XIV / Sorong seakan tidak tahu ada insiden dugaan pengusiran , dan ancaman dilakukan oleh oknum Anggota TNI AL terhadap beberapa rekan wartawan pada tanggal 9 Juli 2024 dan yang tidak hadir dalam undangan mengetahui persoalan sebenarnya.
Ketua FJPI PBD diminta meralat kalimat tersebut, sebab bisa membuat terjadinya kerenggangan antar sesama wartawan dan perusahaan media.
PWI PBD himbau bahwa semangat menjaga solidaritas, kebersamaan adalah suatu hal positif, namun juga saling menghargai antar sesama wartawan dan media.
“Ketua FJPI PBD harus kontrol diri, jangan emosional mendominasi dan mengabaikan rasionalitas,” katanya.
“Apalagi sebagai salah satu Ketua perkumpulan wartawan, seharusnya lebih menjaga marwah UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Kemudian harus pula menghargai hak – hak wartawan lain yang menjalankan tugas Jurnalistik,” tambah Ketua Bidang Organisasi PWI Papua Barat Daya
Perlu Ketua FJPI PBD ketahui ada Peraturan Dewan Pers tentang Pedoman Penanganan Kekerasan terhadap wartawan. Tahapan ini yang sedang ditempuh oleh rekan – rekan dari Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ).
Dalam KKJ ada Anggota PWI, AJI, dan IJTI didalam KKJ PBD, tentunya Anggota tersebut akan melaporkan pula langkah advokasi bersama antar Organisasi Pers dalam KKJ PBD atas dugaan tindakan menghalangi kerja jurnalis dengan cara pengusiran dan disertai dengan kata – kata ancaman.
PWI PBD sangat menghargai bentuk solidaritas antar sesama wartawan tanpa memandang dari mana asal asosiasi persnya, namun tidak harus pula menyinggung rekan – rekan wartawan dari media lain.
“Kita punya UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Seharusnya sebagai ketua perkumpulan wartawan jangan cepat berprasangka, lantas menganggap rekan media lain tidak peduli dengan kepada sesama wartawan, ” terangnya.
Setiap wartawan terutama media tentu memiliki independensi. Independensi wartawan ini, merupakan Kode Etik Jurnalis pasal 1.
Dalam Peraturan Dewan Pers nomor 6/Peraturan-DP/V/2008 tentang Kode Etik Jurnalistik pasal 1 berbunyi Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang dan tidak beretikad buruk.
Perlu diingat pula, UU Pers bukan hanya melindungi wartawan atau media sebagai pelaksana kegiatan jurnalistik semata, narasumber dan pihak yang terkena dampak pemberitaan pun harus mendapatkan perlakukan yang berimbang dengan asas praduga tak bersalah.
Pasal 4 dan 8 UU nomor 40 /1999 tentang Pers menjadi jaminan perlindungan terhadap pers bahwa Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hal mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Pasal 18 ayat (1) UU Pers berbicara soal bagi setiap orang yang melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan kebebasan pers sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
“Jangan karena membenci seseorang lantas apapun itikad baik yang dilakukan dinilai buruk semua. Tolong tahan diri, semua langkah yang dilakukan komunikasi dulu dengan rekan – rekan jurnalis yang melakukan tahap advokasi,” imbuhnya.
PWI Papua Barat Daya sangat tidak mentolerir segala bentuk upaya menghalang – halangi kerja jurnalis baik berupa tindakan intimidasi, kekerasan secara verbal maupun non verbal. Karena kemerdekaan Pers yang penuh pertanggung jawaban harus benar dihargai oleh semua pihak baik antar sesama wartawan maupun sahabat Pers dan masyarakat secara umum.
Discussion about this post