Kesiapan Lembaga Pendidikan dan Pola Pengawasan Melekat Akibat Adanya Revisi PKPU 15 Tahun 2023

(Kumpulan pendapat dan analis akibat Putusan MK, Oleh Dr. James J Kastanya SE,MM, Koordinator PPI Wilayah Kota Sorong Propinsi Papua Barat Daya)

Sebuah Keputusan yang dikeluarkan oleh Lembaga sekelas Mahkamah Konstitusi, akibat proses Judicial Review yang di lakukan oleh 2 Warga negara (Handrey Mantiri dan Ong Jenny) menuai berbagai pendapat yang disampaikan oleh pengamat pendidikan, dewan pengurus nasional perhimpunan pendidikan dan guru (P2G).

Kampanye di satuan pendidikan menimbulkan kekhawatiran praktisi pendidikan karena bisa mengganggu proses belajar, Plt Dirjen Pendidikan tinggi Riset dan teknologi Kemendikbud Ristek.

“Kami berharap massa dinamika, kampus bisa menjaga jarak dan netral serta bisa berdiri diatas semuanya tidak ikut-ikutan, kita ingin situasi politik aman, damai dan tidak memecah belah bangsa (Federasi Serikat guru).

Keputusan itu berpotensi membahayakan keselamatan pelajar maupun mahasiswa. Lembaga pendidikan seharusnya menjadi ruang netral apalagi untuk ruang kampanye di atas merupakan pendapat yang Melihat Dampak Bahaya dari Kampanye di Area Pendidikan.

Lain halnya dengan pengamat/Akademisi Rocky Gerung, dimana keputusan MK itu tepat, karena kampus tempatnya mengadu gagasan. Harusnya pikiran politik itu apalagi menyangkut masa depan bangsa itu diulang habis habisan, dan diapun tidak khawatir jika kampanyenya di tepat pendidikan.

Kepala Hubungan Masyarakat UI, Amelia Luzia, mengatakan UI akan mengikuti aturan yang akan dikeluarkan / arahan Kemdikbud Ristek RI.

Begitupun Idham Holik, Kordiv Teknis Penyelenggara Pemilu RI, mengatakan putusan hukum maka harus dijalankan, Maka akan ada revisi atas PKPU 15 Tahun 2023, kaitannya dengan pasal 280 ayat 1 h dan dalam revisi diharapkan tempat dimana dilakukannya kampanye ‘Dilarang/Tanpa Atribut Kampanye” boleh sosialisasi tapi ada pengecualian.

Sedang menurut Nurmal Idrus, agak riskan dengan demikian akan menempatkan KPU dan Bawaslu pada posisi yang sulit.

Melihat putusan MK 65/PUU-XXI/2023 Selaku Kordinator PPI Wilayah Kota Sorong lepas dari ke- 2 pendapat diatas ( Pro dan Kontra ) wajar atas sebuah putusan yang tadinya pasal 280 point h “MELARANG “ namun akibat adanya upaya review oleh ke-2 Warga Negara diterima sebagian dari sekian permohonannya salah satunya adalah DIBERI IJIN kampanye di wilayah / tempat pendidikan ( Sekolah dan Kampus ).

Menurut kami seyogyanya Tidak Diberikan, khususnya sekolah dan kampus ke dua tempat pendidikan ini Harus Steril dan lebih tempat elok penyelenggara dalam hal ini KPU dan Bawaslu dan Lembaga, Perhimpunan Pemilu sajalah yang di berikan keleluasan untuk masuk ke lembaga pendidikan dan mengundang Parpol peserta pemilu sebagai salah satu narasumber guna berbagi /sharing bersama mahasiswa kaitannya dengan Edukasi/Sosialisasi kaitannya dengan Demokrasi, penguatannya Tidak Sampai kepada menggunakan lembaga pendidikan, sekolah dan kampus sebagai ruang Ruang Kampanye kemungkin akan ada perpecahan antar anak bangsa (individu per individu mahasiswa dengan yang lain, Himpunan-himpunan Mahasiswa antar fakultas, Senat yang satu dengan yang lain dalam sebuah perguruan tinggi, begitupun dengan unit kegiatan mahasiswa yang dari luar yang ada di dalam kampus dalam rangka penyiapan mahasiswa sebagai generasi muda pembangunan seperti GMNI, HMI, PMII, GMKI, PMKRI, LPMI).

Perlu dipikirkan pula bisa saja Inkumben calon Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota akan dapat menggunakan kekuasaannya, powernya untuk meminta kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat sesuai tingkatan untuk menolong atau memprioritaskan nya dengan berbagai fasiltas dalam kegiatan kampanye.

Menurut kami pula walaupun MK telah memutuskannya kaitannya dengan perubahan akan pasal 280,h Undang-undang Pemilu 2017 untuk mengijinkannya kedua tempat pendidikan itu digunakan tidak berarti perguruan tinggi akan menerimanya, karena pasal 280, point h, juga memberikan keleluasan kepada Perguruan tinggi/ sekolah untuk dapat/tidak memberikan ijin dengan berbagai pertimbangan akibat turunan pula dari Kemendikbud dan Kemendikriset dengan pertimbangan-pertimbangan dan kajian ilmiah sehingga tempat pendidikan sekolah maupun kampus akan tetap kondusif dan proses sekolahan dan perkuliahan akan lebih maksimal.

Seyogyanya pula putusan Inkrah MK telah melalui proses uji publik, diskusi ilmiah, ataupun mendengarkan pakar pendidikan, Pegiat pendidikan, Kementrian riset dikti dan Kemendikbud yang ada di setiap tingkatan sehingga putusan kaitannya dengan pasal larangan 280 point h, akan tidak menuai pro dan kontra dengan adanya putusan inkrah tersebut.

Dan Sebagai Kordinator PPI Wilayah Kota Sorong, yang berharap tidak diijinkan kampanye di kedua lembaga pendidikan, namun putusan tersebut mau tidak mau harus dijalankan oleh KPU.

Sebagai penyelenggara diharapkan PKPU yang akan direvisi mampu melihat kekuatiran dunia kampus, sekolah dan para pegiat, tokoh pendidikan, serikat guru, jaringan jaringan demokrasi pemilu agar dalam pasal revisi PKPU yang akan dikeluarkan pengetatan pola, sistem kampanye, berapa banyak yang hadir, tidak membawa atribut, tidak membawa hal hal yang sifatnya gratifikasi, tidak ada money politik dan Isu Sara serta bebas APK untuk dapat dijadikan bagian dalam perumusan PKPU yang ada.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Leave a comment