Matapapua - Jayapura : Siapa sangka bahwa limbah tempurung kelapa bisa diolah menjadi kerajinan bernilai jutaan rupiah. Hal itulah yang dilakukan oleh kelompok usaha Kobek Millenial Papua yang diinisiasi oleh Pertamina. Melalui program corporate social responsibility, PT Pertamina (Persero) Marketing Operation Region VIII telah mengembangkan kelompok yang beranggotakan warga lokal Kota Jayapura yang berlokasi di sekitar Fuel Terminal Jayapura. Kelompok inilah yang kemudian dilatih oleh Pertamina untuk menjadi kelompok pengrajin limbah tempurung kelapa sejak tahun 2019 dan saat ini telah berhasil menjual puluhan hasil karya kerajinan daur ulangnya hingga beromzet puluhan juta rupiah.
Unit Manager Communication, Relations & CSR MOR VIII, Edi Mangun, mengungkapkan bahwa program ini merupakan cara Pertamina untuk memunculkan potensi kemampuan kreativitas masyarakat asli Papua dalam membuat kerajinan. “Dengan basis kreativitas dalam budaya kerajinan noken di Papua yang telah mendarahdaging, kami ingin mengembangkan jiwa kreativitas masyarakat asli Papua yang telah menjadi budaya ini untuk berkreasi memanfaatkan daur ulang limbah yang mempunyai nilai jual tinggi, yaitu limbah tempurung kelapa,” ungkap Edi, Rabu (17/9).
*Berawal Dari Ketekunan*
Dari hasil pemetaan sosial di sekitar wilayah operasi Fuel Terminal Jayapura, Pertamina menemukan sesosok inspiratif yang juga merupakan warga asli Papua yang telah lama menggeluti kerajinan daur ulang sampah. Yane Maria Nari (55), seorang mama asli Papua telah lebih dari 20 tahun yang lalu menekuni kerajinan daur ulang sampah dari limbah kertas dan plastik. Dari sini lah, Pertamina melihat potensi dan bakat yang dimiliki oleh mama Yane dan anggota kelompoknya dapat diberdayakan untuk membuat produk yang bernilai dari limbah tempurung kelapa.
“Kami kagum dengan potensi sekaligus konsistensi yang dimiliki mama Yane dalam kerajinan daur ulang sampah. Sehingga kami kirim mama Yane ke Yogyakarta untuk ‘magang’ dan belajar dengan pengrajin tempurung kelapa disana pada bulan Mei 2019,” papar Edi.
Dari hasil belajar membuat kerajinan daur ulang dari limbah tempurung kelapa dengan pengrajin di Yogyakarta, mama Yane dan anggota kelompok Kobek Millenial Papua akhirnya dapat menghasilkan sejumlah kerajinan, mulai dari lampu hias, peralatan makan dan minum, pernak pernik hiasan rumah tangga, hingga jepit rambut dan anting-anting.
“Satu minggu saya mempelajari seluk beluk tentang kerajinan tempurung kelapa dan setelah itu saya pulang hingga hari ini masih menggeluti kerajinan itu,” ungkap Mama Yane.
Pulang dari Yogyakarta, Pertamina juga membantu kelompok Kobek Millenial Papua yang diketuai Mama Yane dengan membuatkan rumah produksi yang dilengkapi dengan 5 unit mesin untuk membuat kerajinan tempurung kelapa.
Nama kelompok Kobek Millenial Papua yang diusulkan oleh Mama Yane sendiri memiliki makna yang berarti, “Kobek itu artinya kelapa dalam bahasa Biak. Millenial Papua yang juga berarti era milenial saat ini kita harus lebih semangat dalam apapun,” kata Mama Yane mantap.
*Beromzet Puluhan Juta Rupiah hingga Mendapat Pesanan PON XX*
Dalam kelompok Kobek Millenial Papua, Mama Yane dibantu oleh 5 orang yang terdiri dari sanak keluarganya untuk memproduksi kerajinan tempurung kelapa sekaligus menjual hasil kerajinannya. Harga produk yang dipatok untuk setiap hasil kerajinannya, mulai dari Rp 50 ribu hingga Rp 2 jutaan. Total omzet atau penjualan dari sejak didampingi Pertamina dari tahun 2019 hingga saat ini telah mencapai puluhan jutaan rupiah.
Penjualan kerajinan tempurung kelapa yang dikerjakan oleh Mama Yane dan kelompoknya ini kebanyakan mendapatkan pesanan melalui facebook “Kobek Millenial Papua” yang dibantu juga pembuatan akunnya oleh Pertamina. Selain itu, Mama Yane juga menjajakan hasil kerajinannya di pinggir jalan raya perempatan Kelurahan Imbi, Kota Jayapura.
Selain membuatkan laman facebook, Pertamina juga membuatkan kartu nama sebagai sarana promosi Mama Yane. “Jadi siapa saja yang pernah melihat kerajinan yang kami buat ini pasti tak lupa saya sisipkan kartu nama, agar orang-orang itu bisa mengingat kerajinan yang kami buat,” ujar Mama Yane.
Mama Yane menceritakan, kerajinan dari tempurung kelapa tidak membutuhkan modal yang besar. Apalagi pembuatan kerajinan ini relatif mudah dan ramah lingkungan. Selama ini, limbah tempurung kelapa didapatkan dari penjual kelapa di Koya, salah satu daerah yang terkenal dengan sentra pertanian dan perkebunan di Kota Jayapura.
Tempurung kelapa yang diambil dibeli dengan harga Rp 1.000 hingga Rp 2.000 per buah agar menjaga kualitas bahan tempurung kelapa. Dari bahan baku limbah tempurung kelapa tersebut, dihasilkan beberapa produk misalnya alat makan dan minum dari tempurung kelapa, yang dijual dengan harga mulai Rp 200 ribu hingga Rp 350 ribu per set.
Sementara itu, Mama Yane juga memproduksi lampu hias dari tempurung kelaoa seharga Rp 1 juta hingga Rp 2 juta tergantung besar dan kecilnya lampu hias yang dibuatnya. “Lampu-lampu hias ini per satu lampu dibuat 2 hari,” jelas Mama Yane.
Dengan semangat, Mama Yane terus mengajarkan pemanfaatan limbah sampah dan menghasilkan keuntungan bagi keberlangsungan hidup sehari-hari bagi masyarakat sekitarnya.
Hasil kerja keras Mama Yane akhirnya berbuah manis. Kelompok Kobek Milenial Papua telah mengantongi pemesanan cinderamata untuk kebutuhan PON XX yang rencananya diselenggarakan tahun 2021 di Papua. “Pelan-pelan pesanan ini akan kami kerjakan, agar para tamu bisa membawa cinderamata hasil karya anak asli Papua,” kata Mama Yane sambil tersenyum.
Edi turut mengapresiasi kerja keras Mama Yane selama ini. “Kami bersyukur selama dua tahun kami dampingi, Mama Yane dan kelompoknya merupakan kelompok yang bisa kami kategorikan sebagai kelompok yang berhasil dalam bertahan dan terus maju dalam menghadapi berbagai kondisi bisnis. Beliau terus berinovasi dan melakukan peningkatan produknya untuk mengenalkan pada pasar karena produk kerajinan tempurung kelapa ini baru ada dan satu-satunya di Jayapura,” ungkap Edi.
“Kegiatan ini juga dalam rangka Pencapaian target SDGs (Sustainable Development Goals) yaitu Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi. Pertamina juga selalu menjalankan komitmen ISO 26000 dalam hal ini khususnya aspek pelibatan & pengembangan masyarakat”, pungkas Edi.
Sebagai Badan Usaha Milik Negara, Pertamina tidak lepas dari Agen Pembangunan Negara. Dalam hal ini, Pertamina wilayah Marketing Operation Region VIII berkomitmen untuk berkontribusi dalam meningkatkan taraf kehidupan masyarakat sekitar wilayah operasi di Maluku hingga Papua melalui program-program pemberdayaan masyarakat dalam kerangka program CSR dan PKBL, selain tugas-tugas pokoknya mendistribusikan energi hingga ke pelosok negeri.