Matapapua - Sorong : Menyikapi surat edaran Walikota Sorong nomor 445.1/258 terkai beberapa poin yang wajib ditaati oleh pelaku usaha dan masyarakat kota Sorong pada umumnya dalam menyikapi pandemi virus corona yang kian meresahkan, karena jumlah kasus pasien positif terinfeksi virus corona yang terus bertambah, memberikan efek bagi pelaku usaha kecil, khususnya pedagang makanan dan menu takjil selama Ramadhan, dimana sebagian pelaku usaha dipukul 17.00 WIT atau jam 5 sore baru mulai untuk berjualan, sehingga jika pointer ini diberlakukan akan sangat memberatkan pelaku usaha kecil yang ada disepanjang jalan Jenderal Sudirman, jalan baru kota Sorong.
Ketua Komisi I DPRD Provinsi Papua Barat, Abdullah Gazam mengkritisi surat edaran ini setelah mengamati penerapan kebijakan pemerintah kota Sorong tersebut dilapangan, menurut Gazam poin kedua didalam surat edaran tersebut sangat tidak adil dan tidak manusiawi jika diberlakukan sama kepada seluruh pelaku usaha, khususnya pedagang kaki lima yang biasanya baru mulai berjualan dari jam 5 sore sampai dengan waktu malam hari.
" Kita mengambil contoh misalnya mama-mama pelaku usaha yang berlokasi didepan GOR kompleks pasar bersama, mereka jual itu berupa jajanan makanan menu berbuka puasa dan sahur karena bertepatan dengan bulan Ramadhan. Begitu pun para pedagang malam di sekitaran Toko Thio dan sepanjang jalan Basuki Rahmat, hal yang perlu dipertimbangkan adalah durasi mereka berjualan itu biasanya menjelang berbuka puasa dari jam 5 sore, olehnya itu ketika kebijakan walikota Sorong untuk menyamaratakan dengan pelaku usaha lainya yang sudah mulai berjualan dari jam 5 subuh, maka disinilah letaknya ketidakadilan dan tidak pekanya pemerintah dalam melihat masyarakatnya. Olehnya itu pelaku-pelaku usaha yang saya sebutkan di atas kalau sekiranya mereka berjualan mulai dari jam 5 sore kemudian harus ditutup di jam 7 malam, berarti hanya 2 jam saja mereka berjualan, secara logika akal sehat apakah jualan mereka sudah laku terjual semua?" tegas Abdullah Gazam, Minggu (10/5).
" Coba di tengok, mama-mama itu sampai menangis karena jualannya dibawa pulang belum laku, mau putar untuk modal jualan kembali saja sudah susah. Kalau seperti ini di mana hati nuranimu Pemerintah Kota Sorong?
Ingat bahwa kalian dibayar oleh negara tiap bulan jelas pemasukanya, tetapi mereka rakyat biasa itu dari mana kalau bukan dengan cara berjualan? Memang pemerintah kota Sorong ada berikan mereka bantuan kah sampai begitu kerasnya membubarkan mereka dengan cara seperti itu, Saya sudah mengecek satu per satu rata-rata yang jualan itu tidak mendapatkan bantuan, sungguh sangat miris" tambah Abdullah Gazam.
Menurut Abdullah Gazam, kedepan setiap kebijakan yang dibuat agar mempertimbangkan hajat hidup orang banyak, bukan menurut selera pribadi masing-masing, tetapi seharusnya ada kajian lapangan lebih mendatail dan matang baru mengeluarkan kebijakan agar tidak merugikan masyarakat kecil dengan tingkat perekonomian dibawah rata-rata.