Matapapua – Aimas : Kepala Koordinator Wilayah VIII Koordinasi dan Supervisi Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Adlinsyah Nasution menilai, pendapatan daerah di Kabupaten dan Kota di Provinsi Papua Barat mengalami kebocoran pajak yang ditengarai sebagai celah indikasi terjadinya korupsi.
Hal tersebut disampaikan Adlinsyah, dikarenakan pendapatan daerah sebelum dan sesudah menggunakan alat perekam pajak online, Mobile Payment Online System (MPOS) terdapat perbedaan. Dimana, peningkatan terjadi setelah diterapkan MPOS tersebut.
“Kita lihat Manokwari, meningkat secara keseluruhan ada yang bisa mencapai 200 persen” terang Adlinsyah Nasution kepada Media di Ruang Pola Kantor Bupati Sorong, Senin (18/11) saat melakukan Rapat Monitoring dan Evaluasi Pendapatan Daerah.
Melalui rapat yang dilakukan bersama Kepala Badan Penerima Pajak dan Retribusi (BP2R) dari 4 Kabupaten dan Kota, yakni, Kabupaten Manokwari, Raja Ampat, Sorong dan Kota Sorong bertujuan untuk mengarahkan BP2R dari 4 wilayah yang berpotensi tersebut agar meningkatkan pendapatan daerah yang selama ini belum dilakukan secara baik dan benar.
“Keempat wilayah ini yang dinilai berpotensi, pendapatan juga difokuskan ke 4 sumber, Hotel, Restoran, Hiburan dan Parkir” jelasnya.
Dari keempat wilayah tersebut, Kabupaten Manokwari yang telah memperoleh hasil maksimal dari penggunaan MPOS. Dimana, dari 51 alat yang dipasang, 50 diantaranya telah aktif dan difungsikan sehingga mengalami peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) cukup tinggi.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Kabupaten Sorong dengan 11 alat MPOS yang dipasang dibeberapa Hotel, Hiburan dan Restoran yang mengalami peningkatan PAD setelah dilakukan pengecekkan dalam waktu 2 minggu.
“Sebelum adanya alat ini, banyak wajib pajak yang melapor tidak jujur” ucap Kepala BP2R Kabupaten Sorong, Oktovianus Kalasuat.
Sementara itu, Kabupaten Raja Ampat dan Kota Sorong mengalami kesulitan dalam memaparkan hasil penggunaan alat MPOS tersebut dalam rapat. Kota Sorong sendiri tidak memiliki data base yang menjadi pembanding dalam penerimaan hasil selama 2 minggu dalam penggunaan alat MPOS tersebut, KPK juga menilai BP2R Kota Sorong tidak melaksanakan Uji Petik di 10 lokasi yang dipilih.
Adapun Kabupaten Raja Ampat, disinyalir adanya dugaan korupsi yang dilakukan oleh BP2R terkait pengadaan alat MPOS sebanyak 8 unit dari Vendor selain Bank Papua, dengan harga 8 unit alat MPOS tersebut berkisar Rp 400 juta.
“Harga 8 unit Rp 400 juta, sementara dari Bank Papua disediakan secara gratis” kata Adliansyah.
Selain itu, 8 unit tersebut, dijelaskan Adlinsyah hanya 3 yang masih aktif, sementara 5 alat lainnya ada yang sudah tidak aktif sejak Agustus hingga Oktober 2019.
“Kalau vendornya di Jakarta, terus maintancenya siapa? Masa dari Jakarta mau ke Raja Ampat hanya untuk 8 unit itu?” ucapnya.
Meski Demikian, Kepala BP2R Kabupaten Raja Ampat, Albert Kaihatu, menyampaikan, alat tersebut diadakan oleh BPKAD Kabupaten Raja Ampat melalui vendor lain sekitar tahun 2017 sebelum program MPOS dijalankan di Kabupaten Raja Ampat. Sehingga, saat Albert menjabat di BP2R, alat tersebut telah terpasang.
“Alat itu sudah ada sebelum saya di BP2R, saya menjabat baru di Januari 2019” terangnya.
Discussion about this post