Merauke, Matapapua.com – Pemerintah Pusat, Provinsi, maupun Kabupaten sedang mendorong investasi perkebunan tebu di Merauke, Papua Selatan, sebagai bagian dari proyek strategis nasional swasembada gula dan Bioetanol.
Proyek strategis nasional yang ditargetkan menggunakan lahan masyarakat adat tujuh Marga suku Marind Merauke mencapai 500 ribu hektar bertujuan menjadi Merauke sebagai lumbung pangan khusus gula dan dikembangkan Bioetanol.
Investasi perkebunan tebu di Kabupaten Merauke tersebut tentunya bagian dari upaya pemerintah untuk ketahanan pangan nasional khususnya gula. Selain itu, Investasi perkebunan tebu ini juga guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat terlebih khusus masyarakat Merauke sebab menyediakan lapangan pekerjaan yang banyak.
Namun yang menjadi pertanyaan apakah proyek strategis nasional Investasi perkebunan tebu tersebut dapat menyerap tenaga kerja lokal masyarakat pemilik hak ulayat. Dan apakah pembayaran kompensasi terhadap hak atas tanah adat masyarakat adat tujuh Marga yang digunakan untuk perkebunan sesuai dengan harapan, semuanya belum pasti.
Kepala Dinas Tanaman Pangan, Pertanian, Kelautan dan Perikanan (TPPKP) Provinsi Papua Selata, Paino di Merauke, Jumat (17/5) mengatakan bahwa kebutuhan gula dalam negeri masih impor 60 persen sehingga investasi perkebunan tebu di Kabupaten Merauke di maksimalkan.
“Investasi ini bukan investasi yang abal-abal dan anggarannya kurang lebih Rp83 triliun. Perkebunan tebu ini juga akan menjadi sasaran ekspor dimana jika gula harganya tinggi kita akan ekspor gula dan jika Bioetanol harganya tinggi kita akan ekspor Bioetanol,” ujarnya.
Dikatakan bahwa investor yang masuk baik Swasta murni maupun BUMN harus memperhatikan hak-hak masyarakat adat. Walaupun izin prinsip sudah dikeluarkan oleh Kementerian terkait, tetapi tetap hak ulayat masyarakat adat harus diselesaikan termasuk plasma atau perkebunan rakyat.
“Yang sudah bergerak saat ini adalah PT. Global Papua Abadi dengan sistem kerja mekanisasi atau serba alat canggih. Tahun ini mereka pembibitan kurang lebih 100 hektar dan tahun 2025 sudah mulai tanam,” ungkap Paino.
Sergius Kaize anak Ketua Adat Sosom dari Kampung Baad selaku perwakilan masyarakat tujuh Marga pemilik hak ulayat di Kampung Seremayam Merauke, Jumat (17/5) mengatakan bahwa masyarakat adat tujuh Marga yakni Kaize, Ndiken, Samkakai, Gebze, Mahuze, Balagaize, Basik Basik tidak mempersoalkan kehadiran perusahaan PT. Global Papua Abadi untuk membuka perkebunan tebu di atas tanah adat mereka.
Sebab, menurut Sergius, kehadiran perusahaan tersebut diharapkan dapat mengurangi pengangguran di tingkat kampung serta negeri ini tidak tergantung lagi pada ekspor gula.
Dia mengatakan bahwa perusahaan awalnya telah memberikan uang terhadap masyarakat pemilik ulayat kurang lebih Rp2 miliar sebagai tali asih. Namun belum ada kesepakatan dan perjanjian tertulis tentang pengguna tanah adat masyarakat tujuh Marga tersebut.
Dikatakan bahwa pembicaraan awal secara lisan PT. Global Papua Abadi akan menggunakan lahan masyarakat adat kurang lebih 180 ribu hektar selama 35 tahun dan sistemnya kontrak.
“Soal kompensasi pembayaran berapa harga per meter tanah belum dibicarakan dan belum disepakati secara tertulis. Intinya belum ada kepastian kontrak tertulis antara masyarakat dan perusahaan tentang apa yang menjadi hak dan kewajiban perusahaan serta apa yang menjadi hak dan kewajiban masyarakat adat,” katanya.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia saat meninjau lokasi investasi perkebunan tebu di Kampung Seremayam, Distrik Tanah Miring, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan, Jumat (17/5) menegaskan bahwa untuk investasi perkebunan tebu di Kabupaten Merauke investor yang masuk ada pengusaha nasional, ada BUMN, ada juga investor asing semuanya akan berkolaborasi dengan masyarakat.
Dia menegaskan bahwa siapapun investor yang masuk yang penting plasma inti harus terjadi. Selain itu juga melibatkan pengusaha yang ada di daerah.
Selain itu, tambah Bahlil, ada tiga kewajiban khusus bagi investor yang pertama adalah hak-hak masyarakat pemilik hak ulayat tidak boleh diabaikan, kedua sistem plasma inti, dan yang ketiga pengusaha dan tenaga kerja lokal digunakan. Yang menjadi pertanyaan apakah harapkan Menteri Bahlil Lahadalia dapat diwujudkan perusahaan dan masyarakat merasakan kesejahteraan.
Discussion about this post