MataPapua,Sorong – Menyoroti pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Papua dan secara khusus di Provinsi Papua Barat Daya untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur berbeda dengan Pilkada di daerah-daerah lain yang ada di Indonesia.
Menurut Ketua Forum Pengawal Perjuangan Rakyat (FOPERA) Provinsi Papua Barat Daya Amos Yanto Ijie, pelaksanaan Pilkada juga diatur dalam Undang-undang Otonomi Khusus (Otsus) nomor 2 tahun 2021 dimana pasal 12 menyebutkan bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur adalah Warga Negara Indonesia berasal dari Orang Asli Papua.
“Oleh sebab itu kami menghimbau kepada masyarakat dan para kontestasi Pemilukada Gubernur dan Wakil Gubernur 2024 di Provinsi Papua Barat Daya untuk saling menahan diri terkait situasi politik yang saat ini terjadi,” ujar Yanto Ijie.
Dirinya juga mengajak semua pihak untuk menghormati dan menghargai proses yang sudah berlangsung serta tidak menunjukkan euforia berlebihan sebab verifikasi akhir ada pada Lembaga Majelis Rakyat Papua.
“Rekomendasi partai politik bukan menjadi ketentuan akhir untuk disetujui menjadi Calon gubernur dan wakil gubernur, sebab belajar dari banyak pengalaman selama ini, ada calon gubernur dan wakil gubernur telah mendapat rekomendasi dari partai politik namun tidak mendapat persetujuan dari MRP,” ucap Yanto Ijie.
Secara mekanisme kata Yanto Ijie, bakal calon gubernur dan wakil gubernur yang menerima rekomendasi dari Partai Politik (B1 KWK) akan mendaftar ke KPU pada tanggal 27 sampai 29 Agustus 2024, selanjutnya KPU akan mengirimkan berkas calon dan surat dukungan partai itu kepada Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat Daya.
“Kami berikan apresiasi kepada partai politik yang sudah memberikan rekomendasi kepada beberapa nama bakal calon gubernur dan wakil gubernur untuk nanti mendaftar ke KPU Provinsi Papua Barat Daya. Kami harap semakin banyak calon menunjukkan bahwa di Provinsi Papua Barat Daya banyak memiliki Sumber Daya Manusia dan figur orang asli Papua untuk memimpin daerah ini,” lanjutnya.
Sementara terkait dengan keaslian Orang Asli Papua menurut Yanto, ada aturan yang mengikat.
“Melalui Undang-Undang nomor 2 tahun 2021 pasal 1 ayat 22 tentang definisi Orang Asli Papua kan jelas, juga di pasal 12 mengatur tentang gubernur dan wakil gubernur Orang Asli Papua. Kemudian ada juga pergub,” terang Yanto Ijie.
Menyangkut kewenangan MRP merujuk pada UU Otsus nomor 2 Tahun 2021 pasal 12 ini, FOPERA PBD akan mendesak Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia untuk segera mengesahkan Rancangan Peraturan Gubernur (Rapergub) Provinsi Papua Barat Daya tentang tata cara pemberian pertimbangan dan persetujuan MRP terhadap bakal calon gubernur dan wakil gubernur.
“Rancangan Peraturan Gubernur Papua Barat Daya itu disusun oleh pemerintah dan sudah dikonsultasikan dengan MRP, juga telah dilakukan harmonisasi dengan Kementerian Dalam Negeri. Harusnya segera disahkan agar Pergub dapat disosialisasikan kepada masyarakat, terlebih kepada KPU dan Bawaslu Provinsi sebagai sebagai penyelenggara pemilu,” tegasnya.
FOPERA sampai saat ini masih sangat percaya kepada MRP Provinsi Papua Barat Daya tetap konsisten melaksanakan aturan-aturan berkaitan dengan kewenangan guna melakukan verifikasi faktual persetujuan tentang calon gubernur dan wakil gubernur.
“Jadi Aspal (Asli atau palsu) Orang Asli Papua yang melekat pada calon gubernur dan wakil gubernur, semua teruji di Majelis Rakyat Papua,” tutup Ketua Fopera PBD.
Discussion about this post