AIMAS – Pimpinan pondok pesantren Salafiyaj Syafi’iyah di Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya berinisial K ditangkap atas dugaan kasus pencabulan dan persetubuhan terhadap 3 santriwati.
Kapolres Sorong, AKBP Yohanes Agustiandaru saat dikonfiasi mengatakan, kasus Asusila tersebut terungkap setelah para korban yang didampingi orangtuanya melaporkan kejadian tersebut kepada pihak Kepolisian.
“benar terkait kadus tersebut sudah dilaporkan, korban pertama pencabulan telah melapor ke Polres Sorong pada tanggal 28 Agustus 2023,” Ungkap Kapolres
Kapolres menjelaskan, laporan dari tiga korban ini satu diantatanya yang pertama melapor tindakan tak terpuji yang dilakukan pimpinan Ponpes ini sudah dilakukan berulang kali yakni sejak tahun 2014 hingga 2019.
“ korban pertama melaporkan kejadian naas yang dialaminya ke Polres Sorong pada hari Senin, 28 Agustus 2023. Kemudian hari Selasa 29 Agustus pihaknya mendapatkan laporan dari dua orang santriwati yang menjadi korban dengan kasus yang sama,” kata Yohanes
Lanjut AKBP Yohanes, dua korban yang melapor ini, ada yang hanya mengalami pencabulan dan ada yang melaporkan persetubuhan.
Terkait dengan kasus tersebut, Polres Sorong telah melakukan serangkaian proses penyelidikan dan mencari alat bukti, setrta melakukan visum dan memeriksa para saksi.
“Berdasarkan laporan itu, kami sudah menetapkan pimpinan pondok pesantren betinisial K sebagai tersangka. Saat ini pelaku sudah ditahan di Mako Polres Sorong. Kita akan terus melakukan serangkaian giat penyidikan, untuk membuat terang kasus ini,” Bebernya.
Yohanes menambahkan, korban baru melaporkan kejadian yang dialami ke pihak Kepolisian karena saat itu korban masih berstatus santri dan juga masih dibawa umur sehingga ada rasa ketakutan tersendiri.
“Kami mendapat info dari salah satu korban bahwa kemarin korban sempat diancam oleh terlapor, sehingga korban ketakutan, tapi akhirnya korban memberanikan diri menceritakan kejadian tersebut kepada orang tuanya. Sehingga pihak keluarga korban langsung melaporkan ke Polres Sorong,” Jelasnya AKBP Yohanes
Meskipun begitu menurutnya, aktivitas belajar mengajar di ponpes tersebut hingga saat ini masih berjalan seperti normal.
“Kita tidak memasang garis polisi di ponpes, tetapi kita kan tetap monitor terus. Jadi kita masih lakukan penyelidikan, nanti akan kita gali lebih dalam keterangan dari terlapor,” Ujarnya
Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 81 ayat 1 dan ayat 3 jo pasal 76D dan atau pasal 82 ayat 1 juncto pasal 76E UU Nomor 35 tahun 2014. Dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Discussion about this post