MataPapua,Sorong - Pihak Pengadilan Negeri (PN) Sorong yang pimpin oleh Ketua Majelis Hakim Beauty D.E Simatauw, S.H.,M.H, menggelarkan agenda sidang Pemeriksa Setempat (PS) terkait objek sengketa kepemilikan tanah antara pihak PT Bagus Jaya Abadi (BJA) dan Labora Sitorus di Jalan Kapiten Patimura Kelurahan Suprau, Distrik Maladumes, Kota Sorong, Selasa (5/8/2025).
Ketua Majelis Hakim PN Sorong, Beauty Simatauw didampingi Hakim Anggota, Bernard Papendang dan Lutfi Tomu menyampaikan bahwa Pemeriksaan Setempat yang dilakukan dalam perkara gugatan perdata nomor 57/Pdt.G/2025/PN Son untuk melihat objek yang disengketakan.
"Kami datang kesini untuk mengecek objek tanah yang disengketakan itu. Sebelah timur dimana, sebelah barat, selatan dan utara di mana? Dan untuk kami cek siapa yang tinggal dan menguasai. Kami ingin cek ada tidak objeknya," ungkap Ketua Majelis Hakim PN Sorong.
Dalam sidang Pemeriksaan Setempat ini, kata Beauty Simatauw, hanya para pihak yang bersengketa saja yang bisa ikut berbicara. Diluar para pihak tidak berkenan untuk ikut bicara.

"Yang boleh berbicara pihak prinsipal melalui kuasa hukumnya dan pihak tergugat bersama kuasa hukumnya," kata Ketua Majelis Hakim PN Sorong.
Penyampaian Ketua Majelis Hakim PN Sorong ini lantas ditanyakan oleh tergugat Labora Sitorus. Dimana Labora Sitorus berharap prinsipal bisa hadir sendiri langsung tanpa diwakili kuasa hukumnya.
"Kenapa prinsipal tidak hadir, karena kita tidak ada urusan dengan perusahaan. Prinsipal dia harus hadir, jangan hilang jejak. Karena prinsipal ini tidak bisa diwakilkan, " kata Labora Sitorus.
Ketua Majelis Hakim PN Sorong lantas meminta Kuasa hukum Penggugat untuk menunjukkan batas objek yang diklaim sebagai milik kliennya, demikian pula dengan pihak tergugat.
Kuasa Hukum penggugat Mardin didampingi Albert Frasitio lantas menyebutkan Tanah objek sengketa seluas 6.600 M2 yang terletak di jalan Kappitan Patimura, Kelurahan Suprau, Distrik Maladumes, Kota Sorong Provinsi Papua Barat daya, dengan batas di sebelah Barat berbatasan dengan HGB Penggugat, sebelah Timur berbatasan dengan Tanah Adat Bewela, sebelah Selatan berbatasan dengan Laut dan sebelah Utara berbatasan dengan PT. Vitas Samudera dan Tanah Adat Bewela.
"Sebelah barat berbatasan dengan tanah HGB yang sudah bersertifikat milik penggugat, mulai dari bibir pantai kurang lebih 90 meter," kata Mardin sambil menunjukkan batasnya.
Namun batas barat yang ditunjukkan oleh Kuasa Hukum penggugat dibantah Kuasa Hukum Pihak Tergugat, Simon Maurits Soren. Dimana Simon Soren mengklaim bahwa batas barat berdasarkan arah kompas berbeda dengan yang ditunjukkan oleh kuasa hukum tergugat.
Setelah mencermati ada perbedaan klaim kepemilikan antara penggugat dan tergugat, Ketua Majelis Hakim PN Sorong mencatat dalam dua versi klaim kepemilikan antara penggugat dan tergugat.
"Jadi nanti kami catat dalam dua versi ya, baik milik penggugat maupun tergugat," kata Ketua Majelis Hakim.
Usai sidang PS, Kuasa Hukum tergugat Simon Soren mengklaim bahwa pelepasan tanah adat yang dimilki tergugat I, II dan III telah lebih dulu sebelum pelepasan yang dimiliki oleh penggugat.
"Masyarakat yang hadir ini adalah saksi batas yang hidup. Otomatis bahwa pelepasan tanah adat yang kami miliki sudah lebih dulu dari yang diklaim penggugat. Kami punya tahun 2003 sedangkan penggugat punya tahun 2013," kata Simon Soren.
Menurut Simon Soren objek tanah yang diklaim penggugat berbeda dari sisi luasan yang tercatat dalam gugatan dengan di lapangan.
"Pelepasan kami sudah lebih dulu. Perbandingannya 2003 dan 2013. Yang diajukan di muka persidangan 82.000 dibagi dengan dua pelapasan. Jadi setelah peninjauan lapangan ternyata berbeda luasan yang diklaim penggugat. Sedangkan kita sudah jelas dalam jawaban gugatan rekonvesi dan konvesi 6.650 meter persegi di lapangan tidak berubah," ucap Simon Soren.
Kemudian fakta yang ada, Simon Soren sampaikan bahwa lahan yang diklaim milik penggugat bukan tanah kosong, sebab sudah ada tanaman tumbuh yang umurnya sudah lebih dari 10 tahun.
"Apalagi kalau klaimnya 2013 itu sudah sangat mendasar. Dari objek saja sudah beda. Dan batas tidak bersesuaian dengan titik koordinat," ungkapnya.
Simon Soren pada kesempatan itu turut meminta Pemerintah daerah baik Provinsi Papua Barat Daya maupun Kota Sorong untuk mencabut izin reklamasi dengan luasan sekitar 12 hektar yang dimiliki oleh Paulus George Hung dan perusahaannya PT BJA.
"Ini tentu meresahkan masyarakat dan masyarakat akan menjadi korban. Ini bukan hanya masalah pak Labora Sitorus yang diklaim 6000 sekian, 80 ribu sekian dan 40 ribu sekian yang ternyata berubah dilapangan hanya 3.000 sekian. Yang ternyata pula milik klien saya, pak Labora Sitorus,"kata Simon Soren.
Apalagi, Simon Soren tambahkan bahwa Mister Ting bukan warga negara Indonesia, sehingga sangat tidak patut memiliki tanah di Indonesia berdasarkan UU Pokok Agraria.
"UU sudah jelas, yang bisa memiliki tanah di Indonesia hanya warga negara Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Apalagi kita mau merayakan hari Kemerdekaan RI. Sehingga dengan tegas kita minta pemerintah daerah untuk melihat dengan jelas izin - izin rencana tata ruang wilayah Kota yang tidak sesuai harus segera dicabut," kata Simon Soren menutup penyampaiannya.