MataPapua,Sorong - Mencuatnya pemberitaan yang rilis salah satu media online menyangkut kegiatan sebuah Truck Tronton membawa peti kemas diduga berisi kayu pacakan jenis Merbau di TPK Mariat Pantai SP 2 , tidak serta merta dilakukan penyelidikan oleh Aparat Penegak Hukum (APH), padahal dalam regulasi sudah sangat jelas diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Upaya Pencegahan Pengerusakan Hutan.
Lambatnya APH menangani hal tersebut tentunya menimbulkan kecurigaan publik, ada apa dibalik ini dan APH terkesan diam meski telah ada keterangan warga sekitar.
Ketidakseriusan APH dalam mengambil tindakan terkait praktik mafia kayu yang marak di Provinsi Papua Barat Daya, disoroti oleh Praktisi Hukum Sahril, S.H.
Sahril mengatakan, Aparat Penegak Hukum seakan tak berdaya menindak mafia kayu yang selama ini beroperasi.
"Berdasarkan berita itu, kayu pacakan yang dimuat ini, disebut ilegal. Saya sebagai praktisi hukum tentu mempertanyakan, dimana ketegasan dari Aparat Penegak Hukum," ungkap Sahril saat melakukan konferensi pers di salah satu pusat perbelanjaan di Kota Sorong, Sabtu (6/9/2025).
Berdasarkan hasil cross cek yang dirinya lakukan, TPK yang memuat kayu tersebut tidak memiliki izin.
"Dari hasil investigasi yang kami lakukan, tentu saja memunculkan pertanyaan. Dan sangat wajar , bila kemudian saya bisa menduga, jika belum ada penindakan, maka bisa saja TPK tersebut ada punya bekingan, sehingga tidak ada tindakan lanjutan," ucapnya.
Informasi ini, lanjut dia, seharusnya langsung disikapi oleh Aparat Penegak Hukum. Bila tidak ditindak lanjuti, maka sangat wajar muncul kecurigaan. Apakah ada bekingan atau segaja dibiarkan.
"Kalau sengaja dibiarkan, tentu sangat disayangkan, kepastian hukum tidak berjalan," kata Sahril.
Dampak Ilegal Logging Tanpa Penindakan
Regulasi sudah sangat jelas mengatur, kata Syahril, dalam UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Upaya Pencegahan Pengrusakan Hutan.
Dimana hasil hutan berupa kayu, kata dia, tidak sembarangan saja ditebang semau dan seenak hati oknum pencari keuntungan pribadi yang merugikan keuangan negara.
"Kalau tidak ada tindakan tegas terhadap pelaku ilegal logging. Maka tentu sangat disayangkan," tutur Sahril.
Dikatakannya, pemegang izin industri pengelolaan hasil hutan kayu memiliki komitmen terhadap lingkungan, bila menebang pohon, maka dia harus menanam lagi pohon yang sama.
"Pemegang izin punya komitmen - komitmen terhadap lingkungan. Sedangkan penebangan hasil hutan kayu secara ilegal dia tidak punya komitmen terhadap lingkungan. Akibatnya hutan gundul, banjir dan tanah longsor mengancam kehidupan manusia," kata Sahril.
Mafia Kayu Memanfaatkan Nota Angkut Ilegal Kayu Pacakan
Berbicara modus, Sahril katakan sudah sangat jelas. Para mafia kayu ini memanfaatkan TPK ilegal sebagai titik start. Dimana hasil hutan kayu dibawa oleh masyarakat ke TPK.
"Sekarang inikan , sudah sulit mengirim kayu gelondongan secara ilegal ke luar Papua. Sehingga mafia kayu memanfaatkan TPK untuk memotong - motong kayu menjadi pacakan," terang Sahril.
Setelah kayu gelondongan di potong menjadi pacakan, lanjut dia, kemudian mafia kayu hanya dengan bermodalkan nota angkut lantas bebas membawa kayu pacakan keluar.
Laporan Masyarakat Soal Kayu dalam Konteiner yang Dibawa Truk Tronton
Sahril katakan laporan yang dirinya dapat saat melakukan Cross Cek ke Lapangan. Dari laporan masyarakat, pemilik kayu tidak memiliki izin.
"Kayu dalam Konteiner yang dibawa oleh truk tronton katanya memiliki izin sekunder. Karena dia punya izin sekunder, maka dia harus terima dari pemengang izin primer. Nah primernya siapa. Kalau tidak ada, maka berarti dia pakai dokumen terbang, sehingga patut diduga pemilik kayu tidak memiliki izin, sehingga bisa dipastikan asal usul kayu tidak jelas," ucap Sahril.
Pemilik Kayu ini, Syahril katakan, merasa kebal hukum, sehingga tidak ada yang berani menangkapnya.
"Tentu sangat ironi. Disaat negara mengalami krisis keuangan, ada kekayaan dari hasil alam, tapi malah tidak masuk ke kas negara, justru masuk ke kantong - kantong pribadi. Dan para perampok ini bahkan dengan dengan bebas merampok di siang hari sambil tersenyum," kata Sahril menyayangkan.
Sahril menduga mafia kayu memanfaatkan nota angkut sebagai jalan untuk membawa kayu hasil penebangan ilegal keluar. Karena tanpa melampirkan Pemberlakuan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) sebagai Pengganti Dokumen Surat Angkutan Kayu Bulat (SKAB), dan Surat Angkutan kayu Olahan (SAKO) dari Kementerian Kehutanan.
Untuk itu, sebagai Praktisi hukum, Sahril meminta Aparat Penegak Hukum mulai dari Kepolisian, Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Gakkum Kementerian Kehutanan dan Kejaksaan Negeri Sorong harus menindak mafia hutan ini dan tidak tenang pilih. Biar masyarakat dan para investor tahu bahwa ada kepastian hukum di Papua Barat Daya.
Dalam dunia investasi kepastian hukum menjadi kunci utama. Demikian pula dalam investasi industri pengelolaan hasil hutan berupa kayu. Oleh karena itu penegakan hukum mempunyai peran vital dalam menindak mafia kayu. (*)