MataPapua, SORONG - Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dan Pertanahan (LHKP) Papua Barat Daya berkolaborasi dengan Konservasi Indonesia guna memperkuat target Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) melalui Focus Group Discussion (FGD) sebagai upaya mendukung penyusunan dokumen Perencanaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH).
Kepala Dinas LHKP Papua Barat Daya Julian Kelly Kambu menjelaskan, sesuai dengan amanat Undang-undang Otonomi Khusus (Otsus), pembangunan di tanah Papua haruslah berkelanjutan, dan Otonomi Khusus (Otsus) merupakan kerangka kerja untuk mencapai hal tersebut.
Kelly menjelaskan, Otsus memberikan kewenangan lebih luas kepada Papua untuk mengatur pembangunan, termasuk pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan, serta memberikan fokus pada pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif.
"Di pasal 68 dalam UU Otsus Papua membahas tentang kewenangan khusus yang diberikan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, termasuk dalam bidang pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup," Ujar Kelly Kambu saat menggelar sosialisasi dokumen Perencanaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH), Progam Kampung Iklim dan pendekatan pengelolaan kawasan terintegrasi Integrated Area Development(IAD), yang berlangsung di PVega Prime Hotel Sorong, pada Kamis (8/5/2025).
Kepala Dinas LHKP Papua Barat Daya Julian Kelly Kambu (Foto : Ida)
Berkaitan dengan itu, surat Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, bahwa seluruh pimpinan daerah diinstruksikan untuk menyusun dokumen rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau (RPPLH), Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
"RPPLH ini berlaku hingga 30 tahun. Dimana, RPPLH sebagai payung hukum untuk melindungi RTRW, PJPD dan RPJMD serta Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP). Kita harus berbahagia karena dokumennya sudah ada dan sekarang disosialisasikan kepada daerah kabupaten maupun kota di Provinsi Papua Barat Daya," Paparnya
Ia menambahkan, seluruh pimpinan daerah harus secepatnya menyiapkan dokumen KLHS sebagai persyaratan pengajuan RPJPD. Jika tidak segera menyiapkan KLHS dan RPPLH, maka dokumen perencanaan daerah akan dikembalikan oleh Bangda (Ditjen Bina Pembangunan Daerah)," Terang Kelly Kambu.
"Oleh sebab itu, kami berharap kepada seluruh pihak terkait, akademisi, masyarakat, dan mitra pembangunan lainnya agar memberikan kontribusi pemikiran untuk mendukung pembangunan berkelanjutan di provinsi Papua Barat Daya.
Sementara itu, Manager Projeck Sorong Selatan Konservasi Indonesia, Muhammad Varih Sovy mengatakan, kerjasama antara Pemerintah Papua Barat Daya dan Konservasi Indonesia merupakan kolaborasi dalam mendukung perencanaan pembamgunan berkelanjutan di Provinsi Papua Barat Daya.
Manager Projeck Sorong Selatan Konservasi Indonesia, Muhammad Varih Sovy (Foto : Ida)
"Kolaborasi ini merupakan sarana untuk melakukan pengembangan kedepanya. Terutama dari sisi perencanaan dan kebijakan. Hal ini sudah dikoordinasikan dengan Kepala Dinas LHKP PBD, beliau menyanggupi karena itu bagian dari tujuan pemerintah daerah untuk memperkuat perencanaan RPPLH yang telah disususun," Ujar Varih saat kepada awak media.
Menurutnya, perencanaan dokumen RPPLH perlu disosialisasikan, sehingga pihaknya melibatkan pemerintah kabupaten maupun kota di Provinsi Papua Barat Daya yang belum menyiapkan dokumen atau sampai ke tahap final.
"Karena dokumen itu penting untuk persyaratan RPJMD dan RTRW. Namun ternyata di tingkat kabupaten dan kota secara expertise atau keahlian itu masih kurang, sehingga diperlukan tahap selanjutnya. Harusnya dari provinsi ada inline/program RPPLH kabupaten dan kota. Ini yang menjadi konsen kita, karena kabupaten dan kota belum siap dengan dokumen-dokumen tersebut" Ucapnya
Ia menjelaskan, proses pembuatan dokumen RPPLH disuaun sesuai dengan berapa luas pengelolaan, berapa kontek pengelolaan itu sampai dimana, tetapi yang jelas sumber daya alam di pengelolaan ruang, pengelolaan perencanaan waktu dan juga Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada didalamnya termasuk isu hutan adat.
"Kebetula di Sorong Selatan isunya ada hutan dan adat. Tentunya ada beberapa specific case atau kasus terkait konsesi atau pemberian hak, investasi dan perencanaan ekonomi. Jadi untuk menyeimbangkan manusia dan alam itu harus ada titik temu. Sehingga melalui RPPLH ini bertujuan untuk menjembatani perencanaan dan pengawasan," Ucapnya
Oleh sebab itu, proses penyususan RPPLH kabupaten maupun kota di Provinsi Papua Barat Daya yang belum final, diharapkan melalui Focus Group Discussion ini, bisa terakomodir dengan baik. Baik dari konten RPPLH, cakulan ruang, pengelolaan, zonasi dan manajemen serta pengawasan.
"Kami berharap melalui kolaborasi ini, dapat memperkuat pembangunan berkelanjutan di Provinsi Papua Barat Daya khususnya di Sorong Selatan dan menyeimbangkan antara kepentingan investasi dengan kepentingan lingkungan," Harapannya.