Matapapua – SORONG : Sebagai perwujudan negara hukum yang berlandaskan pancasila memerlukan sistim hukum nasional yang harmonis, sinergis, komprehensif dan dinamis melalui upaya perlindungan hukum. Proses pembangunan hukum yang sedang dilaksanakan saat ini oleh pemerintah, khususnya di bidang hukum pidana adalah dengan melakukan revisi terhadap Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Hal ini disampaikan Direktur Informasi dan Komunikasi Politik dan Keamanan Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Dirjen IKP), Bambang Gunawan pada giat Dialog Publik RUU KUHP di Hotel Rylich Panorama Sorong. Rabu (5/10/2022).

” RUU KUHP ini merupakan upaya pemerintah untuk merevisi dan menyusun sistim rekodifikasi hukum pidana rasional yang bertujuan untuk menggantikan KUHP lama sebagai produk hukum pemerintahan zaman kolonial Hindia Belanda perlu segera dilakukan sehingga sesui dengan dinamika masyarakat,” Ungkap Gunawan
Gunawan mengatakan, upaya pemerintah untuk merancang RKUHP untuk mengganti KUHP sudah dilakukan sejak Tahun 1970. Namun, upaya agar RKUHP tersebut kepada DPR untuk dibahas tidak terealisasi sampai pada Tahun 2004 tim baru pembuatan RKUHP dibentuk dan RKUHP lalu diserahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono kepada DPR kala itu untuk dibahas pada 2012, kemudian DPR menyepakati draf KUHP dalam pengambilan keputusan tingkat pertama.
Setelah DPR menyepakati draf KUHP, timbul isu krusial yang banyak mendapatkan resistensi dari masyarakat termasuk dari para pegiat hukum dan mahasiswa. Hal inilah yang melatarbelakangi Presiden Joko Widodo memutuskan untuk menunda pengesahan RKUHP dan memwrintahkan peninjauan kembali pasal-pasal yang bermasalah.

” Untuk menindaklanjuti hal itu, DPR kemudian secara resmi kembali melanjutkan pembahasan RKUHP pada bulan April 2020. Pembahasanpun terus bergulir hingga saat ini,” Jelasnya
Adapun beberapa isu krusial yang banyak mendapatkan resistensi dari masyarkat yakni, penghinaan terhadap Presiden dan wakil presiden (pasal 218), penghinaan tethadap pemerintah (pasal 240-241) serta larangan penghasutan untuk melawan penguasa umum (pasal 246-248).
Sementara pasal-pasal kontroversi lainnya adalah persoalan The Life In Law atau hukum yang hidup di dalam masyarakat. Kemudian pidana mati, penodaan agama dan penghinaan yang menyerang harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden serta masalah kejahatan kesusilaan,”
Kegiatan Dialog Publik RUU KUHP dihadiri beberapa narasumber yakni, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro Pujiyono, S,H. M.Hum, Guru Besar Universitas Negeri Semarang, Benny Riyanto, S,H. M.Hum, Akademi Universitas Jember, I Gede Widhiana S, dan Kelompok Pemuka Agama, Jurnalis serta BEM Mahasiswa Sorong.